Mewujudkan Tatanan Kehidupan Masyarakat Kalipucang Wetan yang Harmonis dengan Lingkungan Hunian yang Sehat, Tertib, Selaras, Produktif, Berjati Diri, Asri dan Lestari
Selasa, 29 Januari 2013
Sabtu, 26 Januari 2013
BATIK TULIS “TIGA NEGERI”
Tak banyak yang tahu, masyarakat Islam
Rifa’iyah memiliki batik yang begitu khas. Para pemburu batik menamainya
sebagai batik Rifa’iyah. Sepintas batik ini kurang menarik, karena
gambar-gambar yang ditorehkan kaku. Padahal, justru kekakuan ini menjadi daya
tarik tersendiri. Di sini terkandung makna dan pesan bagi para pemakainya,
yaitu mengingatkan manusia untuk selalu menjalankan perintah, dan menjauhi
larangan Allah SWT.
Awalnya, batik ini dibuat untuk memenuhi
kebutuhan sandang, namun dalam perkembangannya malah bisa membantu peningkatan
perekonomian rumah tangga. Membatik oleh komunitas ini merupakan pekerjaan yang
dilakoni sejak kecil. Dahulu, membatik dilakukan oleh para wanita ketika mulai
beranjak dewasa atau menunggu dilamar.
Biasanya Batik Rifa’iyah dibuat dalam
bentuk kain panjang, sarung, dan selendang. Kain panjang dan sarung dimaksudkan
sebagai pakaian yang berfungsi fisis (penutup aurat).
Batik Rifa’iyah menjadi sebuah lambang
status sosial dan di pakai masyarakat Rifa’iyah berdasarkan pertimbangan nilai
moral dan kesopanan. Sehingga batik menjadi pengenal masyarakat Rifa’iyah,
selain itu lewat jarik atau sarung dapat mempererat tali persaudaraan,
sekalipun berbeda daerah dan tidak saling kenal.
Dari sisi perupaan, Batik Rifa’iyah
memiliki nilai estetis tinggi, walaupun dalam penggambarannya tidak semua obyek
dapat menjadi ragam motif. Menurut ajaran Islam, ragam hias yang boleh dipakai
dalam komunitas ini diyakini tidak menimbulkan syirik bagi pembuat maupun
pemakainya.
Hampir seluruh motif tidak menggambarkan
bentuk makhluk yang hidup (manusia, binatang), kalaupun ada (binatang) dapat
dipastikan bentuknya tidak sempurna atau hanya menyerupai saja. Batik Rifa’iyah
diyakini oleh komunitas ini sebagai pakaian yang sah untuk beribadah, sholat
maupun mengaji. Model pakaian masyarakat Islam Rifa’iyah berkerudung, berbaju
longgar, berlengan panjang, dan ber-jarik/sarung.
Sarung atau jarik bermotif batik
Rifa’iyah, selalu dijadikan pelengkap seserahan perkawinan, selain digunakan
juga pada penggantin saat acara midodareni. Batik yang digunakan bisanya
bermotif materos satrio atau nyah pratin. Alasan pemilihan motif tersebut
karena terlihat lebih luwes dan halus, sehingga pemakainya tampak lebih elegan.
Ada pula motif batik Rifa’iyah yang
berfungsi sebagai penolak bala, yaitu batik Kluwungan. Batik ini dibuat khusus
untuk anak yang diapit dua saudara (kakak dan adik) yang telah meninggal dunia.
Dengan memiliki batik kluwungan ini diharapkan anak tersebut tidak terkena
sawan gila.
Sepintas motif batik Rifa’iyah tidak ada
bedanya dengan batik pesisir terutama batik Pekalongan. Beberapa motif, pola
dan warna juga diketahui mirip dengan batik Pekalongan yang banyak terpengaruh
oleh kebudayaan asing seperti Cina, Belanda, dan Arab.
Pembatik sangat jarang menggambarkan
bentuk-bentuk mahluk hidup. Pelukisan mahluk hidup mengalami pen-distorsi-an,
misalnya burung kakinya berubah menjadi cabang atau ranting pohon. Ada juga
penggambaran bentuk cacing atau ular yang kedua matanya digambarkan terlihat
keluar, seperti gambar wayang beber.
Ada juga penggambaran mahluk hidup yang
dilebih-lebihkan, digayakan atau distilasi sehingga bentuk binatang terlihat
menyerupai bentuk tumbuhan, misalnya gambar ayam yang kepalanya diganti bentuk
bunga, atau ekor burung dibuat panjang menjuntai mirip daun-daunan yang
panjang.
Intinya bentuk yang distilasi atau pendistorsian
ini menggambarkan hewan yang telah disembelih atau telah mati.
Saat ini batik Rifa’iyah di Kalipucang
masih dibuat dan dipakai oleh komunitasnya. Terdapat tidak kurang dari empat
belas motif batik di sana, yaitu; banji, gemblong sakiris, gendhakan, jeruk
noi, kawung dolar, kawung jenggot, kluwungan, kotak kitir, lancur, materos
satrio, nyah pratin, pela ati, rama gendhong, dan tambal. Nama-nama batik
sangat berbeda dengan di Pekalongan yang banyak mencitrakan pembuatnya. Atau
tidak seperti batik vorstenlanden yang sarat makna dan filosofi. Batik
Masyarakat Islam Rifa’iyah ini lebih suka menamai dengan cara sederhana dari
bentuk visualnya.
Langganan:
Postingan (Atom)