Rabu, 06 Februari 2013

POTENSI DESA KALIPUCANG WETAN



                Desa Kalipucang Wetan merupakan desa yang diproyeksikan untuk menjadi desa wisata. Desa wisata yang dimaksud adalah Dewa Wisata Batik Kalipucang Wetan. Desa Wisata Batik Kalipucang Wetan menawarkan produk produk batik khas desa ini yang biasa disebut “Batik Tiga Negeri”.
            Demi tercapainya kesuksesan dari desa wisata ini, maka sudah barang tentu diperlukan faktor faktor penunjang yang diperlukan untuk menarik para pengunjung dan juga untuk mempermudah akses menuju desa Kalipucang Wetan. Sehingga, dengan adanya faktor faktor penunjang tersebut diharapkan dapat meningkatkan jumlah pengunjung yang datang.
            Desa Kalipucang Wetan dapat dibilang mempunyai lokasi yang cukup strategis dan memiliki kelebihan kelebihan yang dapat menarik para wisatawan. Dari segi kemudahan aksesibilitas, desa ini terletak dekat dengan Terminal Bus Pekalongan serta dilewati jalur pantura. Dengan begitu, para calon wisatawan dapat dengan mudah mencapai lokasi desa ini. Apabila para calon wisatawan memilih moda transportasi kendaraan pribadi, mereka dapat dengan mudah mencapai desa ini melalui jalur pantura. Dan apabila mereka memilih moda transportasi umum, contohnya bus, mereka dapat turun di Terminal Bus Pekalongan. Desa Kalipucang Wetan hanya berjarak sekitar 5-10 menit dari Terminal Bus Pekalongan.
            Selain dari segi letak wilayah yang strategis , desa Kalipucang Wetan juga terletak di dekat Rumah Sakit dan Pusat Pemerintahan Kabupaten. Selain itu, di seberang pintu masuk utama desa ini juga terdapat Gelanggang Olah Raga M. Sarengat. Dan dari segi kontur tanah, wilayah Desa Kalipucang Wetan memiliki tipe kontur tanah yang datar sehingga cukup nyaman untuk berkeliling di desa ini.
            Dengan banyaknya faktor faktor penunjang yang telah disebutkan di atas, maka diharapkan calon pengunjung dapat menikmati waktu kunjungannya di desa ini. Sehingga dapat tercipta kesan yang baik dan menyenangkan di hati para pengunjung dan dapat menimbulkan keinginan untuk kembali berkunjung. Dan lebih dari itu, diharapkan para pengunjung tersebut dapat menyebarluaskan informasi tentang Desa Wisata Batik Kalipucang Wetan kepada para kerabatnya sehingga jumlah calon pengunjung dapat meningkat lebih banyak lagi.

Sabtu, 26 Januari 2013

BATIK TULIS “TIGA NEGERI”




Tak banyak yang tahu, masyarakat Islam Rifa’iyah memiliki batik yang begitu khas. Para pemburu batik menamainya sebagai batik Rifa’iyah. Sepintas batik ini kurang menarik, karena gambar-gambar yang ditorehkan kaku. Padahal, justru kekakuan ini menjadi daya tarik tersendiri. Di sini terkandung makna dan pesan bagi para pemakainya, yaitu mengingatkan manusia untuk selalu menjalankan perintah, dan menjauhi larangan Allah SWT.


Kemunculan dan perkembangan batik Rifa’iyah dipengaruhi oleh budaya pesisir. Disebut pula sebagai Batik “Tiga Negeri” karena Batik Rifa’iyah basik teknisnya berasal dari Solo dan Jogja, namun bentuk serta warna Pekalongan begitu kental.

Awalnya, batik ini dibuat untuk memenuhi kebutuhan sandang, namun dalam perkembangannya malah bisa membantu peningkatan perekonomian rumah tangga. Membatik oleh komunitas ini merupakan pekerjaan yang dilakoni sejak kecil. Dahulu, membatik dilakukan oleh para wanita ketika mulai beranjak dewasa atau menunggu dilamar.




Biasanya Batik Rifa’iyah dibuat dalam bentuk kain panjang, sarung, dan selendang. Kain panjang dan sarung dimaksudkan sebagai pakaian yang berfungsi fisis (penutup aurat).

Batik Rifa’iyah menjadi sebuah lambang status sosial dan di pakai masyarakat Rifa’iyah berdasarkan pertimbangan nilai moral dan kesopanan. Sehingga batik menjadi pengenal masyarakat Rifa’iyah, selain itu lewat jarik atau sarung dapat mempererat tali persaudaraan, sekalipun berbeda daerah dan tidak saling kenal. 

Dari sisi perupaan, Batik Rifa’iyah memiliki nilai estetis tinggi, walaupun dalam penggambarannya tidak semua obyek dapat menjadi ragam motif. Menurut ajaran Islam, ragam hias yang boleh dipakai dalam komunitas ini diyakini tidak menimbulkan syirik bagi pembuat maupun pemakainya.

Hampir seluruh motif tidak menggambarkan bentuk makhluk yang hidup (manusia, binatang), kalaupun ada (binatang) dapat dipastikan bentuknya tidak sempurna atau hanya menyerupai saja. Batik Rifa’iyah diyakini oleh komunitas ini sebagai pakaian yang sah untuk beribadah, sholat maupun mengaji. Model pakaian masyarakat Islam Rifa’iyah berkerudung, berbaju longgar, berlengan panjang, dan ber-jarik/sarung.

Sarung atau jarik bermotif batik Rifa’iyah, selalu dijadikan pelengkap seserahan perkawinan, selain digunakan juga pada penggantin saat acara midodareni. Batik yang digunakan bisanya bermotif materos satrio atau nyah pratin. Alasan pemilihan motif tersebut karena terlihat lebih luwes dan halus, sehingga pemakainya tampak lebih elegan.

Ada pula motif batik Rifa’iyah yang berfungsi sebagai penolak bala, yaitu batik Kluwungan. Batik ini dibuat khusus untuk anak yang diapit dua saudara (kakak dan adik) yang telah meninggal dunia. Dengan memiliki batik kluwungan ini diharapkan anak tersebut tidak terkena sawan gila.

Sepintas motif batik Rifa’iyah tidak ada bedanya dengan batik pesisir terutama batik Pekalongan. Beberapa motif, pola dan warna juga diketahui mirip dengan batik Pekalongan yang banyak terpengaruh oleh kebudayaan asing seperti Cina, Belanda, dan Arab.

Pembatik sangat jarang menggambarkan bentuk-bentuk mahluk hidup. Pelukisan mahluk hidup mengalami pen-distorsi-an, misalnya burung kakinya berubah menjadi cabang atau ranting pohon. Ada juga penggambaran bentuk cacing atau ular yang kedua matanya digambarkan terlihat keluar, seperti gambar wayang beber.

Ada juga penggambaran mahluk hidup yang dilebih-lebihkan, digayakan atau distilasi sehingga bentuk binatang terlihat menyerupai bentuk tumbuhan, misalnya gambar ayam yang kepalanya diganti bentuk bunga, atau ekor burung dibuat panjang menjuntai mirip daun-daunan yang panjang.

Intinya bentuk yang distilasi atau pendistorsian ini menggambarkan hewan yang telah disembelih atau telah mati.

Saat ini batik Rifa’iyah di Kalipucang masih dibuat dan dipakai oleh komunitasnya. Terdapat tidak kurang dari empat belas motif batik di sana, yaitu; banji, gemblong sakiris, gendhakan, jeruk noi, kawung dolar, kawung jenggot, kluwungan, kotak kitir, lancur, materos satrio, nyah pratin, pela ati, rama gendhong, dan tambal. Nama-nama batik sangat berbeda dengan di Pekalongan yang banyak mencitrakan pembuatnya. Atau tidak seperti batik vorstenlanden yang sarat makna dan filosofi. Batik Masyarakat Islam Rifa’iyah ini lebih suka menamai dengan cara sederhana dari bentuk visualnya.